Berwisata sebagai Gaya Hidup
Pengertian pariwisata menurut Bukart
dan Medlik, 1990 (dalam Soekadijo 2000), pariwisata adalah perpindahan orang
untuk sementara dan dalam jangka waktu pendek ke tujuan–tujuan di luar tempat
dimana mereka biasanya hidup dan bekerja.
Sementara Suwantoro (1997),
memberikan pengertian pariwisata sebagai suatu proses kepergian sementara
dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya.
Dorongan kepergiannya karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan
ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain
seperti sekedar ingin tahu, menambah pengalaman atau untuk belajar.
Sedangkan Menurut Freuler, 1980
(dalam Pendit, 1999), merumuskan pariwisata dalam arti modern, merupakan gejala
jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian
hawa, penilaian yang sadar terhadap keindahan alam, kesenangan dan kenikmatan
alam semesta, dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan
berbagai bangsa dan kelas dalam masyarakat manusia sebagai hasil perkembangan
perniagaan, industri dan perdagangan serta penyempurnaan alat–alat
pengangkutan.
Aspek Penawaran dan Permintaan
Pariwisata
Menurut Medlik, 1980 (dalam Ariyanto
2005), ada empat aspek (4A) yang harus diperhatikan dalam penawaran pariwisata.
Aspek-aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang membentuk totalitas dari
sebuah produk wisata, keempat aspek tersebut terdiri dari; (1) Attraction (daya
tarik); daerah tujuan wisata (selanjutnya disebut DTW) untuk menarik wisatawan
pasti memiliki daya tarik, baik daya tarik berupa alam maupun masyarakat dan
budayanya. (2) Accesable (transportasi); accesable dimaksudkan
agar wisatawan domestik dan mancanegara dapat dengan mudah dalam pencapaian
tujuan ke tempat wisata. (3) Amenities (fasilitas); amenities
memang menjadi salah satu syarat daerah tujuan wisata agar wisatawan dapat
dengan kerasan tinggal lebih lama di DTW. Dan (4)Ancillary
(kelembagaan); adanya lembaga pariwisata wisatawan akan semakin sering
mengunjungi dan mencari DTW apabila di daerah tersebut wisatawan dapat
merasakan keamanan, (protection of tourism) dan terlindungi.
Sedangkan Jackson, 1989 (dalam
Pitana, 2005) melihat bahwa faktor penting yang menentukan permintaan
pariwisata berasal dari komponen daerah asal wisatawan antara lain, jumlah
penduduk (population size), kemampuan finansial masyarakat (financial
means), waktu senggang yang dimiliki (leisure time), sistem
transportasi, dan sistem pemasaran pariwisata yang ada.
Tipologi Wisatawan
Wisatawan adalah orang yang
bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan
menikmati perjalanan dari kunjungannya itu. (Spillane, 1993). Tipologi
wisatawan merupakan aspek sosiologis wisatawan yang menjadi bahasan yang
penting pada studi pariwisata, Menurut Plog, 1972 (dalam Pitana, 2005)
mengelompokkan tipologi wisatawan sebagai berikut: (1) Allocentris, yaitu
wisatawan hanya ingin mengunjungi tempat-tempat yang belum diketahui, bersifat
petualangan, dan mau memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh masyarakat
lokal. (2) Psycocentris, yaitu wisatawan yang hanya ingin mengunjungi
daerah tujuan wisata sudah mempunyai fasilitas dengan standar yang sama dengan
di negaranya. (3)Mid-Centris, yaitu terletak diantara tipologi Allocentris
dan Psycocentris.
Menurut Pitana (2005), tipologi
wisatawan perlu diketahui untuk tujuan perencanaan, termasuk dalam pengembangan
kepariwisataan. Tipologi yang lebih sesuai adalah tipologi berdasarkan atas
kebutuhan riil wisatawan sehingga pengelola dalam melakukan pengembangan objek
wisata sesuai dengan segmentasi wisatawan.
Pada umumnya kelompok wisatawan yang
datang ke Indonesia terdiri dari kelompok wisatawan psikosentris (Psycocentris).
Kelompok ini sangat peka pada keadaan yang dipandang tidak aman dan sangsi akan
keselamatan dirinya, sehingga wisatawan tersebut enggan datang atau membatalkan
kunjungannya yang sudah dijadualkan (Darsoprajitno, 2001).
Motivasi Wisatawan untuk Berwisata
Menurut Sharpley, 1994 dan Wahab,
1975 (dalam Pitana, 2005) menekankan, motivasi merupakan hal yang sangat
mendasar dalam studi tentang wisatawan dan pariwisata, karena motivasi
merupakan “Trigger” dari proses perjalanan wisata, walau motivasi ini
acapkali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri.
Pada dasarnya seseorang melakukan
perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal, motivasi-motivasi tersebut dapat
dikelompokkan menjadi empat kelompok besar sebagai berikut: (1) Physical or
physiological motivation yaitu motivasi yang bersifat fisik antara lain
untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga,
bersantai dan sebagainya. (2) Cultural motivation yaitu keinginan untuk
mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain. (3)Social or
interpersonal motivation yaitu motivasi yang bersifat sosial, seperti
mengunjungi teman dan keluarga, menemui mitra kerja, melakukan hal-hal yang
dianggap mendatangkan gengsi (prestice), melakukan ziarah, pelarian dari
situasi yang membosankan dan seterusnya. (4) Fantasy motivation yaitu
adanya motivasi di daerah lain sesorang akan bisa lepas dari rutinitas
keseharian yang menjemukan dan yang memberikan kepuasan psikologis (McIntosh,
1977 dan Murphy, 1985; dalam Pitana, 2005).
Pearce, 1998 (dalam Pitana, 2005)
berpendapat, wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata termotivasi oleh
beberapa faktor yakni: Kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, prestise, dan
aktualiasasi diri.
Faktor-faktor Pendorong Wisatawan
untuk Berwisata
Faktor-faktor pendorong untuk
berwisata sangatlah penting untuk diketahui oleh siapapun yang berkecimpung
dalam industri pariwisata (Pitana, 2005). Dengan adanya faktor pendorong, maka
seseorang ingin melakukan perjalanan wisata, tetapi belum jelas mana daerah
yang akan dituju. Berbagai faktor pendorong seseorang melakukan perjalanan
wisata menurut Ryan, 1991 (dalam Pitana, 2005), sebagai berikut:
1) Escape.
Ingin melepaskan diri dari lingkungan yang dirasakan menjemukan, atau kejenuhan
dari pekerjaan sehari-hari.
2) Relaxation.
Keinginan untuk penyegaran, yang juga berhubungan dengan motivasi untuk escape
di atas.
3) Play. Ingin
menikmati kegembiraan, melalui berbagai permainan, yang merupakan kemunculan
kembali sifat kekanak-kanakan, dan melepaskan diri sejenak dari berbagai urusan
yang serius.
4) Strengthening
family bond. Ingin mempererat hubungan kekerabatan, khususnya dalam konteks
(visiting, friends and relatives). Biasanya wisata ini dilakukan
bersama-sama (group tour)
5) Prestige.
Ingin menunjukkan gengsi, dengan mengunjungi destinasi yang menunjukkan kelas
dan gaya hidup, yang juga merupakan dorongan untuk meningkatkan status atau social
standing.
6) Social
interaction. Untuk melakukan interaksi sosial dengan teman sejawat, atau
dengan masyarakat lokal yang dikunjungi.
7) Romance.
Keinginan bertemu dengan orang-orang yang bisa memberikan suasana romantis atau
untuk memenuhi kebutuhan seksual.
8) Educational
opportunity. Keinginan melihat suatu yang baru, memperlajari orang lain
dan/atau daerah lain atau mengetahui kebudayaan etnis lain. Ini merupakan
pendorong dominan dalam pariwisata.
9) Self-fulfilment.
Keinginan menemukan diri sendiri, karena diri sendiri biasanya bisa ditemukan
pada saat kita menemukan daerah atau orang yang baru.
10)Wish-fulfilment. Keinginan
merealisasikan mimpi-mimpi, yang lama dicita-citakan, sampai mengorbankan diri
dalam bentuk penghematan, agar bisa melakukan perjalanan. Hal ini juga sangat
jelas dalam perjalanan wisata religius, sebagai bagian dari keinginan atau
dorongan yang kuat dari dalam diri.
Karakteristik, Motivasi dan Persepsi
Wisatawan yang Berkunjung ke Bali
Berdasarkan survei yang dilakukan
Disparda Bali, 2003 (dalam Pitana, 2005), ditemukan sebagian besar wisatawan
yang berkunjung ke Bali dari kelompok umur muda (20-39 th), yaitu sebesar 64%
wisman dan 65% untuk wisnus. Dilihat dari jenis kelamin, ada
kecenderungan wisatawan laki-laki lebih banyak daripada perempuan, walaupun dengan
perbedaan yang tidak terlalu besar, yaitu 54:45 untuk wisman dan 57:42 untuk
wisnus. Begitu juga jika dilihat dari jenis pekerjaan wisatawan, sebagian besar
wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali 43,66% mempunyai pekerjaan
sebagai tenaga ahli atau profesional. Sedangkan 46,32% wisatawan
nusantara yang datang ke Bali mempunyai profesi sebagai pekerja kantor atau
pegawai, dan 22,8% adalah pelajar atau mahasiswa.
Pada sisi lainnya, jika dilihat dari
motivasi kedatangan wisatawan ke Bali, 93% datang untuk tujuan berlibur, 7%
untuk tujuan lainnya. Dilihat dari sejumlah harapan yang terkait dengan image/citra
tentang Bali, 48,54% kedatangan wisatawan ke Bali sesuai dengan harapannya.
Bahkan 44,10% wisatawan mancanegara menyatakan, kenyataan lebih baik dari
harapannya. Bagi wisatawan nusantara, 71,53% menyatakan kenyataan yang dialami
di Bali selama berlibur memang sesuai dengan harapannya. Ada banyak hal yang
dinilai positif oleh wisatawan mancanegara tentang Bali. Alam Bali dianggap
masih asli sebesar 84%.
“Hipotesis” Ada Hubungan Gaya Hidup
dengan Perilaku Konsumen
- 1. Gaya Hidup Menentukan Aktivitas Wisata:
Kotler, 2000, berpendapat bahwa:
gaya hidup adalah gambaran hidup seseorang yang terbawa pada ekspresi pada
setiap aktivitas, hasrat serta keingingan, dan pendapat-pendapat yang tercetus
daripadanya
- 2. Pilihan Daerah Tujuan Wisata Berhubungan dengan
keanekaragaman Aktivitas Wisata
Crompton, 2004 memiliki pandangan
bahwa gaya hidup atau lifestyle berdampat pada setiap aspek kehidupan
manusia, gaya hidup juga berdampak pada nilai nilai hubungan social, kondisi
ekonomi, bahkan juga berdampak pada faktor-faktor lingkungan.
- 3. Perilaku Konsumen berhubungan dengan Tipologi
Wisatawan
Gaya hidup juga berhubungan dengan
aktivitas, hobi, pendapat, dan juga gaya hidup memainkan peranan penting pada
perilaku konsumen (Menurut Crompton, 2004)
- 4. Tipologi Wisatawan dipengaruhi Gaya Hidup
Tipologi wisatawan merupakan aspek
sosiologis wisatawan yang menjadi bahasan yang penting pada studi pariwisata,
Menurut Pitana (2005), tipologi yang sesuai adalah tipologi berdasarkan
atas kebutuhan riil wisatawan sehingga pengelola dalam melakukan pengembangan
objek wisata sesuai dengan segmentasi wisatawan. Diasumsikan bahwa
tipologi wisatawan adalah gambaran dari gaya hidup wisatawan yang berdampak
pada perilakunya pada daerah tujuan wisata yang dikunjunginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar